Selasa, 13 Januari 2009
lirik lagu frame(hilang)
-------------hilang-------------------
berjuta kata tanya dalam diri ini
menunggu hari temukan jawab yang pasti
"melawan hati lewati nurani....
lepaskan semua..............."
dan kini kau pun telah pergi
tinggalkan hari lepaskan semua janji
"ingin ku coba lewati nurani
temukan hati kurasa
melawan hati
lepaskan semua................"
telah hilang,,telah kau tinggalkan
telah pergi,,meninggalkan semua..........
Minggu, 11 Januari 2009
3-40109
Gag SELAMAnya perjalanan CINTA ituw MUDAH!! biarkan seperti air yang mengalir.. dengan dilandaskan IKHLAS dan WUALLAH!! biarkan kami BERCINTA dengan Sang waktu.. ^_^.................
Januari…
Cinta bersemi
Di dua hati
Januari…
Kembali sendiri
Jalani hari
Jika tulus cinta harus terpisahkan jarak
Jelas cinta tak lagi menggunakan indera
Jika rindu harus diobati dalam penantian
Jelas ini hanya berbicara tentang perasaan
Jika hidupku adalah tentangmu
Maka semua usahaku adalah untukmu
Jika disisiku adalah bahagiamu
Maka disisimu adalah semua pengabulan atas doa-doaku
Jika memang kedua hati yang dipersatukan oleh rasa bernama cinta ini tak dapat menyatu dalam satu biduk kehidupan cinta yang utuh, biarkanlah rasa yang ada ini abadi tak bertepi.
Tak peduli apa yang mereka katakan, tak peduli mereka pada rasa yang kami satukan. Biarkan saja kami merasakan kebahagian dalam keterbatasan, atau ijinkan kami menyatu dalam satu ikatan. Kau takkan pernah merasa sedih atas apa yang kami rasa. Kau takkan pernah turut larut dalam keadaan hati yang carut-marut.
Kau hanya bisa berkata. Kami… hanya bisa berusaha.
DUA KEINGINAN
Di keheningan malam, Sang Maut turun dari hadirat Tuhan menuju ke bumi. Ia terbang melayang-layang di atas sebuah
Ketika rembulan tersungkur kaki langit, dan
Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara ketakutan, “Menyingkirlah kau dariku, mimpi yang mengerikan! Pergilah engkau makhluk jahat! Siapakah engkau ini? Dan bagaimana mungkin kau masuk istana ini? Apa yang kau inginkan? Minggatlah, karena akulah empunya rumah ini. Enyahlah kamu, kalau tidak, kupanggil para budak dan para pengawal untuk mencincangmu menjadi kepingan!”
Kemudian Maut berkata dengan suara lembut, tapi sangat menakutkan, “Akulah kematian, berdiri dan membungkuklah kepadaku.”
Dan si kaya berkuasa itu bertanya, “Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan benda apa yang kau cari? Kenapa kau datang ketika pekerjaanku belum selesai? Apa yang kau inginkan dari orang kuat seperti aku? Pergilah
Setelah diam beberapa saat dan tersadar dari ketakutannya, ia menambahkan, “Tidak, tidak, Maut yang pengampun, jangan pedulikan apa yang telah kukatakan, karena rasa takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya terlarang. Maka ambillah emasku seperlunya atau nyawa salah seorang dari budak, dan tinggalkanlah diriku… Aku masih memperhitungkan kehidupan yang masih belum terpenuhi dan kekayaan pada orang-orang yang belum terkuasai. Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan, dan pada hasil bumi yang belum tersimpan. Ambillah olehmu barang yang kau inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya selir, cantik bagai pagi hari, untuk kau pilih, Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya seorang putra tunggal yang kusayangi, dialah biji mataku. Ambillah dia juga, tapi tinggalkan diriku sendirian.”
Sang Maut itu menggeram, engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak tahu diri. Kemudian Maut mengambil tangan orang itu, mencabut kehidupannya, dan memberikannya kepada para malaikat di langit untuk memeriksanya.
Dan maut berjalan perlahan di antara orang-orang miskin hingga ia mencapai rumah paling kumuh yang ia temukan. Ia masuk dan mendekati ranjang di mana tidur seorang pemuda dengan kelelapan yang damai. Maut menyentuh matanya, anak muda itu pun terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di sampingnya, ia berkata dengan suara penuh cinta dan harapan, “Aku di sini, wahai Sang Maut yang cantik. Sambutlah ruhku, impianku yang mengejawantah dan hakikat harapanku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku, karena kau sangat penyayang dan tak
“Aku telah memanggilmu berulang kali, namun kau tak mendengarkan. Tapi kini kau telah mendengarku, karena itu jangan kecewakan cintaku dengan peng-elakan diri. Peluklah ruhku, Sang Maut terkasih.”
Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang bergetar itu, mencabut nyawanya, dan menaruhnya di bawah sayap-sayapnya.
Ketika ia naik kembali ke langit, Maut menoleh ke belakang — ke dunia — dan dalam bisikan ia berkata, “Hanya mereka yang di dunia mencari Keabadian-lah yang sampai ke Keabadian itu.”